Silsilah Keilmuan Ayahanda Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ. hingga Kanjeng Nabi Muhammad Sholallahu 'alaihi Wa Sallam
Dikutip dari ceramah Gus Muwafiq pada acara Tabligh dan Haul Akbar Harlah Asshiddiqiyah Ke - 33
Salah
satu cabang filsafat ilmu yang mengindikasikan bahwa sebuah kajian
dapat dikatakan ilmu selain ontologis (apa) dan aksiologis (untuk apa)
adalah epistomologis. Yakni kajian filsafat ilmu yang menguliti ilmu
dari perspektif bagaimana ilmu tersebut, khususnya bagaimana ilmu
tersebut didapat dan bersumber. Tanpa kejelasan sumber, ilmu tidak dapat
begitu saja disahkan sebagai sebuah disiplin kajian tertentu. Betapa
pentingnya sumber sebagai salah satu pilar dalam kajian sebuah ilmu.
Agama
Islam sudah sejak awal menghargai keautentikan sebuah ilmu berdasar
sumbernya hingga menjaganya sampai pada turunan-turunan ke bawahnya.
Sudah mafhum bagi kita bahwa sumber utama keilmuan dalam Islam adalah
Al-Qur’an dan Sunnah, yang terus terjaga kemurniannya sababiyah sebuah
proses ketersambungan penjagaan yang dalam bahasa agama kita disebut
Sanad. Yang biasanya ada dalam Ilmu Mustolahul Hadist namun umum kita
temui kata tersebut dalam kegiatan keilmuan sehari-hari, yakni
ketersambungan Hadist itu sendiri dan ilmu-ilmu yang dipelajari hingga
Nabi Besar Muhammad Sholallahu 'alaihi Wa Sallam.
Silsilah
keilmuan tersebut menjadi penting karena mencerminkan sebuah tanggung
jawab proses pentransferan sebuah ilmu dari seorang guru ke murid.
Dimana ilmu tersebut juga merupakan sesuatu yang legal yang telah
diberikan oleh gurunya guru tersebut kepada guru itu dari guru-gurunya
diatas hingga bertemu rantainya pada sang Penghulunya Para Guru yakni
Kanjeng Nabi Muhammad Sholallahu 'alaihi Wa Sallam. Ada sebuah legalitas
mendasar terutama soal tanggung jawab keilmuan jika rantainya sampai
kepada Nabi, sederhananya ilmu itu ada yang bertanggung jawab, tidak di
dapat begitu saja.
Sebab
sekarang banyak orang yang tidak memperhatikan hal demikian dengan
mencomot sana sini semua tentang ilmu apalagi dari internet yang belum
jelas apakah ilmu tersebut ada yang bertanggung jawab atau tidak. Atau
bahkan ilmu itu benar atau tidak. Tradisi belajar tanpa guru yang
tersambung hingga Nabi ini menjadi berbahaya sebab ilmu yang dipelajari
tersebut tidak akan membawa berkah sebab tidak ada yang
mempertanggungjawabkan. Ibnu Mubarok pernah menukil sebuah Hadits yang
menyatakan bahwa sanad adalah bagian dari agama, kalau bukan karena
sanad maka seseorang bisa berkata apa saja sesuai kehendaknya.
Di
pondok pesantren, sebuah ketersambungan keilmuan hingga pangkalnya
begitu dihargai dan dijaga. Maka ada istilah Ijazah yang bermakna sebuah
proses transfer resmi sebuah kajian keilmuan, amalan, kitab, hadis dan
Al-Qur’an. Semua dibungkus rapih menjadi sebuah tanggung jawab sakral
yang terus dijaga baik oleh guru maupun sang murid. Mengingat pada
pangkal yang paling atas ada silsilah seorang Guru Mulia yakni Kanjeng
Nabi yang langsung berguru Kepada Allah Ta'ala lewat Ruuhul Amiin
Malaikat Jibril 'alaihis Salaam.
Semata-mata
tujuan menjaga rantai keilmuan tersebut adalah menjaga agar ilmu itu
orisinil dan dapat dipertanggungjawabkan hingga kapanpun ilmu itu
diteruskan kepada anak cucu mendatang. Terus mewariskan bahwa ilmu-ilmu
dalam Islam yang dikaji hingga kapanpun adalah murni apa-apa yang
diajarkan oleh Baginda Nabi. Dan sekalipun nanti di akhirat akan ditanya
tentang asal muasal ilmu tersebut maka seorang murid akan fasih dan
tegas berkata bahwa itu dari gurunya terus bersambung hingga Kanjeng
Nabi Muhammad Sholallahu 'alaihi Wa Sallam.
Begitupun
dengan orang tua kita Ayahanda. DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ,
yang kita ketahui kejelasan nasab keilmuannya hingga Kanjeng Nabi. Dalam
Peringatan Harlah (Hari Lahir) Asshiddiqiyah ke-33 seolah mata kita
dibuka ketika dengan gamblangnya Romo. KH. Ahmad Muwafiq menyampaikan
salah satu rantai keilmuan Ayahanda dari arah Si Mbah Yai Mahrus Aly
Lirboyo. Tentu masih banyak rantai yang lain sebab Ayahanda belajar
tidak hanya di Lirboyo dan berguru tidak hanya kepada Si Mbah Yai Mahrus
Aly. Semoga dengan mengetahuinya kita akan rantai keilmuan ini menambah
Ghiroh kita terutama para santri untuk terus belajar dan Tafaqqohu
Fiddin dan Allah Ta'ala karuniakan Ilmu yang manfaat baik dunia maupun
akhirat. Amiin Yaa Robbal 'Alamiin. Dengan ini juga kita menjadi paham
bahwa kita adalah murid ulama yang tidak belajar langsung dengan Nabi
namun apa-apa yang diajarkan para ulama kita kita yakini sebagai apa-apa
yang diajarkan oleh Nabi kita yang tersambung mulai dari generasi
Sahabat, Tabi'in, Tabi'ut Tabi'in, Tabi'ut Tabi'ut Tabi'in hingga para
ulama dan akhirnya kepada kita.
Berikut Rantai Silsilahnya.
Maulana Mustofa Muhammad Sholallahu 'Alaihi Wa Sallam
Sayyidina 'Ali dan Sayyidatina Fatimah
Sayyidina Hassan Hussein
Sayyid 'Ali Zainal 'Abidin
Sayyid Muhammad Al-Baqir
Sayyid Ja' far Shodiq
Sayyid Ali Uraidhi
Sayyid Muhammad
Sayyid Ubaidillah
Sayyid Isa An-Naqib
Sayyid Ahmad Al-Muhajir
Sayyid Alwi
Sayyid Muhammad
Sayyid Alwi
Sayyid 'Ali Kholi Qosam
Sayyid Ahmad Shohib Mirbad
Sayyid' Alawi Al-Bilfaqih
Sayyid 'Abdul Malik Mongol
Sayyid Ahmad Jalaluddin Campa
Sayyid Muhammad Pasai
Sayyid Jamaluddin Al-Husaini Al-Kabir
Syekh Ibrohim Asmoroqondi
Sunan Ampel
Sunan Bonang
Sunan Kalijaga
Sunan Geseng (Pangeran Cakrajaya)
Syekh' Abdul Halim (Pangeran Benowo)
Syekh Abdurrohmat (Pangeran Sambu Lasem)
Syekh Jabbar Tuban (Pangeran Kusumoyudo)
Syekh 'Abdul Halim Boyolali
Syekh' Abdul Wahid
Syekh Sufyan
Syekh Khoirot
Syekh Kholil Bangkalan dan Syekh Asy'ari
Syekh Hasyim Asy'ari
Syekh Abdul Karim
Syekh Mahrus 'Aly
Syekh Noer Muhammad Iskandar
Source: www.asshiddiqiyah-2.com
Tidak ada komentar: